Selasa, 15 November 2016

GEOLISTRIK



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di  dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi. Dalam hal ini meliputi  pengukuran potensial, arus dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah  ataupun akibat injeksi arus ke dalam bumi.  Ada beberapa macam metode geolistrik, antara  lain : metode potensial diri, arus telluric, magnetoteluric, elektromagnetik, IP (Induced  Polarization), resistivitas (tahanan jenis) dan lain-lain. 
Metode geolistrik ini digunakan untuk memperkirakan sifat kelistrikan medium atau formasi batuan bawah-permukaan terutama kemampuannya untuk menghantarkan atau menghambat listrik. Dengan adanya metode ini kita dapat memperkirakan sifat kelistikan batuan bawah permukaan tanah.
Untuk dapat menerapkan metode geolistrik dengan semprna kita harus dapat mengetahui tata cara penggunaan metode geolistrik. Penggunan metode geolistrik ini dengan menginjeksikan arus listrik di bawah permukaan tanah melalui dua buah elektroda arus listrik.











1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa itu metode geoistrik ?
2.      Bagaimana cara kerja metode geolistrik ?
3.      Apa kegunaan geolistrik ?
4.      Bagaimana konvigurasi metode geolistrik ?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui metode geolistrik
2.      Untuk mengetahui cara kerja metode geolistrik
3.      Untuk mengetahui kegunaan geolistrik
4.      Untuk mengetahui konvigurasi metode geolistrik



















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Metode Geolistrik
Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912. Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (‘Direct Current’) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah ‘Elektroda Arus’ A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam.
Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan  penggunakan multimeter yang terhubung melalui 2 buah ‘Elektroda Tegangan’ M dan N yang jaraknya lebih pendek dari pada jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar.
Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik DC murni), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari AB/2.
http://ptbudie.files.wordpress.com/2010/12/cara-kerja-metode-geolistrik.jpg?w=600&h=409

2.2  Cara Kerja Metode Geolistrik
Umumnya metode geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan 4 buah elektroda yang terletak dalam satu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2 buah elektroda arus (AB) di bagian luar dan 2 buah elektroda tegangan (MN) di bagian dalam.
Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta tegangan listrik yang terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu (‘Apparent Resistivity’). Disebut tahanan jenis semu karena tahanan jenis yang terhitung tersebut merupakan gabungan dari banyak lapisan batuan di bawah permukaan yang dilalui arus listrik.
Bila satu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai yang terpanjang tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak AB/2 sebagai sumbu-X dan tahanan jenis semu sebagai sumbu Y, maka akan didapat suatu bentuk kurva data geolistrik. Dari kurva data tersebut bisa dihitung dan diduga sifat lapisan batuan di bawah permukaan.


2.3  Kegunaan Geolistrik
Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman sekitar 300 m sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akifer yaitu lapisan batuan yang merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah ‘confined aquifer’ yaitu lapisan akifer yang diapit oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan lempung) pada bagian bawah dan bagian atas. ‘Confined’ akifer ini mempunyai ‘recharge’ yang relatif jauh, sehingga ketersediaan air tanah di bawah titik bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca setempat. Metode geolistrik digunakan untuk eksplorasi diantaranya adalah:
1.      Eksplorasi Batubara
Salah satu metoda geofisika yang dapat digunakanuntuk memperkirakan keberadaan dan ketebalan batubara di bawah permukaan adalah metodageolistrik tahanan jenis. Metoda geolistrik dapatmendeteksi lapisan batubara pada posisi miring,tegak dan sejajar bidang perlapisan di bawahpermukaan akibat perbedaan resistansi perlapisan batuan yang satu dengan yang lain, karena padaumumnya batubara memiliki harga resistansi tertentu.
2.      Eksplorasi Geothermal
Dalam eksplorasi panas bumi digunakan metodegeolistrik tahanan jenis untuk memetakan hargatahanan jenis batuan di daerah penelitian dalamrangka menentukan daerah konduktif yangmerupakan batas reservoir sistem panasbumi.
Peninjauan yang dilakukan dengan cara profilinguntuk memperoleh gambaran umum daerahprospek panasbumi.
3.      Eksplorasi Mineral
Dalam eksplorasi mineral digunakan metodegeolistrik polarisasi terimbas.Mengenai polarisasi yang terjadi pada batuan dantanah adalah melingkupi penyebaran atau difusiion-ion menuju mineral-mineral logam danpergerakan ion-ion didalam pore-fillingelektrolit. Yang menjadi efek utama ataumekanisme utama yang terjadi dalam suatuproses polarisasi adalah polarisasi elektroda atauelectrode polarization dan polarisasi membraneatau membrane polarization.

2.4  Konfigurasi Metode Geolistrik
Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger. Setiap konfigurasi mempunyai metode perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Metode geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metode favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan dengan biaya survei yang relatif murah.
Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna, seperti yang dipersyaratkan pada pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan batuan yang terletak dekat dengan permukaan tanah akan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran tegangan dan ini akan membuat data geolistrik menjadi menyimpang dari nilai sebenarnya. Yang dapat mempengaruhi homogenitas lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang menyisip pada lapisan, faktor ketidakseragaman dari pelapukan batuan induk, material yang terkandung pada jalan, genangan air setempat, perpipaan dari bahan logam yang bisa menghantar arus listrik, pagar kawat yang terhubung ke tanah dsbnya.
‘Spontaneous Potential’ yaitu tegangan listrik alami yang umumnya terdapat pada lapisan batuan disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang secara kimiawi menimbulkan perbedaan tegangan pada mineral-mineral dari lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak-homogenan lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi bila digunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak elektroda AB yang panjang dan jarak MN yang relatif pendek, maka ada kemungkinan tegangan listrik alami tersebut ikut menyumbang pada hasil pengukuran tegangan listrik pada elektroda MN, sehingga data yang terukur menjadi kurang benar.
Untuk mengatasi adanya tegangan listrik alami ini hendaknya sebelum dilakukan pengaliran arus listrik, multimeter diset pada tegangan listrik alami tersebut dan kedudukan awal dari multimeter dibuat menjadi nol. Dengan demikian alat ukur multimeter akan menunjukkan tegangan listrik yang benar-benar diakibatkan oleh pengiriman arus pada elektroda AB. Multimeter yang mempunyai fasilitas seperti ini hanya terdapat pada multimeter dengan akurasi tinggi.
1.      Konfigurasi Wenner
http://ptbudie.files.wordpress.com/2010/12/konfigurasi-wenner.jpg?w=600&h=113
Konfigurasi Wenner
Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi yang relatif lebih kecil.
Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Data yang didapat dari cara konfigurasi Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan faktor non homogenitas batuan, sehingga hasil perhitungan menjadi kurang akurat.
2.      Konfigurasi Schlumberger
Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB.
http://ptbudie.files.wordpress.com/2010/12/konfigurasi-schlumberger.jpg?w=600&h=111
Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik ‘high impedance’ dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.
Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.
Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika jarak AB relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan perubahan jarak elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan tegangan listrik pada multimeter sudah demikian kecil, misalnya 1.0 milliVolt.
Umumnya perubahan jarak MN bisa dilakukan bila telah tercapai perbandingan antara jarak MN berbanding jarak AB = 1 : 20. Perbandingan yang lebih kecil misalnya 1 : 50 bisa dilakukan bila mempunyai alat utama pengirim arus yang mempunyai keluaran tegangan listrik DC sangat besar, katakanlah 1000 Volt atau lebih, sehingga beda tegangan yang terukur pada elektroda MN tidak lebih kecil dari 1.0 milliVolt.
3.      Konfigurasi Wenner-Schlumberger
Konfigurasi ini merupakan perpaduan dari konfigurasi Wenner dan konfigurasi Schlumberger. Pada pengukuran dengan faktor spasi (n) = 1, konfigurasi Wenner-Schlumberger sama dengan pengukuran pada konfigurasi Wenner (jarak antar elektrode = a), namun pada pengukuran dengan n = 2 dan seterusnya, konfigurasi Wenner-Schlumberger sama dengan konfigurasi Schlumberger (jarak antara elektrode arus dan elektrode potensial lebih besar daripada jarak antar elektrode potensial).
http://trisusantosetiawan.files.wordpress.com/2011/01/ws.jpg?w=460&h=197 







Maka, berdasarkan gambar, faktor geometri pada konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah
http://latex.codecogs.com/gif.latex?K=n%5Cleft%20%28%20n+1%20%5Cright%20%29%5Cpi%20a
Sehingga berlaku hubungan
http://latex.codecogs.com/gif.latex?%5Crho_%7Ba%7D=n%5Cleft%20%28%20n+1%20%5Cright%20%29%5Cpi%20a%5Cfrac%7B%5CDelta%20V%7D%7BI%7D














4.      Konvigurasi Dipole-Dipole
Pada konfigurasi Dipole-dipole, dua elektrode arus dan dua elektrode potensial ditempatkan terpisah dengan jarak na, sedangkan spasi masing-masing elektrode a. Pengukuran dilakukan dengan memindahkan elektrode potensial pada suatu penampang dengan elektrode arus tetap, kemudian pemindahan elektrode arus pada spasi n berikutnya diikuti oleh pemindahan elektrode potensial sepanjang lintasan seterusnya hingga pengukuran elektrode arus pada titik terakhir di lintasan itu.


http://trisusantosetiawan.files.wordpress.com/2011/01/dd.jpg?w=460&h=232
 










Sehingga berdasarkan gambar, maka faktor geometri untuk konfigurasi Dipole-dipole adalah
http://latex.codecogs.com/gif.latex?K=n%5Cleft%20%28%20n+1%20%5Cright%20%29%5Cleft%20%28%20n+2%20%5Cright%20%29%5Cpi%20a
Sehingga berlaku hubungan
http://latex.codecogs.com/gif.latex?%5Crho%20_%7Ba%7D=n%5Cleft%20%28%20n+1%20%5Cright%20%29%5Cleft%20%28%20n+2%20%5Cright%20%29%5Cpi%20a%5Cfrac%7B%5CDelta%20V%7D%7BI%7D






2.5  Noise Pada Metode Geolistrik
Noise dapat diartikan sebagai signal yang tidak diinginkan atau sebuah gangguan yang sama sekali tidak merepresentasikan data. Noise ini apabila terlalu banyak dapat menutupi data sebenarnya sehingga mengganggu dalam proses interpretasi. Noise ini dapat muncul dari alat yang digunakan, atau dari kondisi lingkungan ketika melakukan pengukuran.
























BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat dimbil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (‘Direct Current’) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah.
2.      metode geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan 4 buah elektroda yang terletak dalamsatu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2 buah elektroda arus (AB) di bagian luar dan 2 buah elektroda ntegangan (MN) di bagian dalam.
3.      Geolistrik bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya.
4.      Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger.

3.2  Saran
Dari kesimpulan di atas maka penulis memiliki saran kepada pembaca untuk mencari sumber lain yang berhubungan dengan makalah ini guna menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

Selasa, 05 April 2016

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI DENGAN INTEGRASI MODEL PEMBELAJARAN PAIR CHECK DAN COOPERATIVE SCRIPT DI KELAS XI SMA NEGERI 1 BUKAL



MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI DENGAN INTEGRASI MODEL PEMBELAJARAN PAIR CHECK DAN COOPERATIVE SCRIPT DI KELAS XI SMA NEGERI 1 BUKAL


ARTIKEL

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Pada Jurusan Ilmu Dan Teknologi Kebumian Program Studi S1 Pendidikan Geografi


OLEH
AGUSTINA B. MOHAMAD
NIM : 451 411 067




UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
2015


Skripsi Yang Berjudul:

Telah Diperiksa dan Disetujui Untuk Dipublikasikan
LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI DENGAN INTEGRASI MODEL PEMBELAJARAN PAIR CHECK DAN COOPERATIVE SCRIPT DI KELAS XI SMA NEGERI 1 BUKAL

(Agustina B. Mohamad1, Prof. Dr. Enos Taruh, M.Pd2, Ahmad Zainuri, S.Pd, MT3) Jurusan Ilmu dan Teknologi Kebumian, Program Studi S1. Pend. Geografi
F. MIPA Universitas Negeri Gorontalo

ABSTRAK
Agustina B. Mohamad. “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Geografi Dengan Integrasi Model Pembelajaran Pair Check Dan Cooperative Script di Kelas XI SMA Negeri 1 Bukal”. Masalah utama penelitian ini yaitu rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah dengan menggunakan integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi mengalami peningkatan. Hipotesis tindakan adalah jika integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script digunakan dalam pembelajaran geografi, maka hasil belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bukal akan meningkat. Jumlah siswa yang dikenai tindakan yaitu 28 orang siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bukal tahun ajaran 2014-2015. Dalam pengumpulan data digunakan lembar pengamatan aktivitas guru, lembar pengamatan aktivitas siswa dan tes hasil belajar. Indikator keberhasilan untuk hasil belajar apabila secara klasikal 75% jumlah siswa mendapat skor minimal 75. Hasil belajar siswa pada siklus I menunjukkan dari 28 orang siswa ada 13 orang siswa atau 46% memperoleh skor minimal 75, sedangkan 15 orang siswa atau 54% memperoleh skor kurang dari 75. Ini menunjukkan bahwa presentase keberhasilan pada siklus I belum mencapai indikator ketuntasan yang ditetapkan. Sehingga perlu dilanjutkan ke siklus II. Kekurangan-kekurangan pada siklus I selanjutnya diperbaiki dan disempurnakan pada siklus II. Hasil belajar siswa pada siklus II menunjukkan dari 28 orang siswa ada 24 orang siswa atau 85,7% memperoleh skor minimal 75, sedangkan 4 orang siswa atau 14% memperoleh skor kurang dari 75. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script pada mata pelajaran geografi dapat meningkatkanhasil belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bukal.

Kata Kunci: Hasil Belajar Siswa, Integrasi Model Pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script.







ABSTRACT
Agustina B. Mohamad. “Increasing Students’ Learning Achievement on Geography Subject by Integrating Pair Check Learning Model and Cooperative Script Learning Model at Class XI of SMA Negeri 1 Bukal.” The problem statement of this research was the lack of students’ learning achievement on geography subject. This research aimed at investigating whether or not the integration of Pair Check Learning Model and Cooperative Script Learning Model can increase students’ learning achievement on geography subject. The research hypothesis stated that the integration of Pair Check Learning Model and Cooperative Script Learning Modelcan increase students’ learning achievement on geography subject at class XI of SMA Negeri 1 Bukal. The subjects of research were 28 students of class XI SMA Negeri 1 Bukal in 2014-2015 academic year. The techniques of data collection were teacher’s activity observation sheet, student’s activity observation sheet, and test of learning achievement. The indicator of completeness was that if classically there was 75% of number of students who gained score 75 in minimum. The research result in cycle I showed that there were 13 out of 28 student or 46% who gained the score 75 in minimum, while 15 students or 54% gained the score less than 75. Due to the result in cycle I that was not achieving the indicator of completeness, therefore it needed to be continued in the cycle II.the weaknesses in cycle I were improved in cycle II. The result f cycle II showed that there were 24 out of 28 students or 85,7% who gained the score 75 in minimum, while the rest 4 students or 14% gained the score less than 75. Thus, it can be concluded that the integration of Pair Check Learning Model and Cooperative Script Learning Model can increase students’ learning achievement on geography subject at class XI of SMA Negeri 1 Bukal.

Keywords: Students’ Learning Achievement, Integration of Pair Check Learning Model and Cooperative Script.




PENDAHULUAN
Proses pembelajaran di kelas adalah salah satu tahap yang sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran dapat dilakukan terhadap berbagai komponen seperti: siswa, guru, indikator pembelajaran, isi pelajaran, metode, media, dan evaluasi. Guru sebagai salah satu mediator dan komponen pengajaran mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran dan sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan, karena guru terlibat langsung didalamnya.
Belajar siswa berkaitan dengan motivasi belajarnya, dalam hal ini hubungan antar siswa di kelas harus terjalin dengan baik. Siswa yang merasa tidak diterima oleh kelasnya akan merasa tidak betah berada dalam kelasnya itu, sehingga motivasi belajarnya pun berkurang (Karso, 1993-1994 : 108). Oleh karena itu, guru perlu melakukan tindakan pengkondisian dimana siswa dapat melakukan kerja sama dalam kelompok yang lebih kecil dan salah satu strateginya adalah dengan pembelajaran berkelompok atau kooperatif, misalnya dengan pemberian tugas dan kerja kelompok.
Geografi merupakan salah satu cabang ilmu yang membahas mengenai fenomena-fenomena alam yang terjadi dikehidupan sehari-hari, sehingga dalam proses pengajarannya disekolah baiknya menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Penggunaan model pembelajaran yang disesuaikan dengan materi yang diajarkan dapat memudahkan siswa dalam memahami materi yang diajarkan oleh guru dan siswa juga dapat ikut berpartisipasi langsung dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajarpun akan meningkat.
Namun pada kenyataannya masih terdapat banyak siswa yang kurang berinteraksi dalam proses pembelajaran berlangsung dimana peserta didik cenderung pasif, tidak berani mengungkapkan pendapat, masih kurangnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hal tersebut juga dialami oleh siswa-siswa kelas 2 IPS yang ada di SMA Negeri 1 Bukal. Seperti informasi yang diperoleh peneliti melalui wawancara langsung dengan beberapa orang guru bahwa dalam proses pembelajaran yang dilakukan masih banyak didominasi oleh guru, serta kurangnya rasa percaya diri siswa dalam mengungkapkan pertanyaannya, sehingga partisipasi siswa dalam proses pembelajaran kurang.
Agar siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, maka guru harus merubah cara pembelajaran yang selama ini berlangsung dan memilih suatu  metode atau model pembelajaran yang menarik perhatian siswa dan lebih berorientasi pada siswa. Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script. Alasan peneliti menggunakan model ini karena dapat melibatkan aktivitas seluruh siswa. Selain itu memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks juga menumbuhkan motivasi, tanggung jawab, kerjasama antar sesama dan keterlibatan belajar.
Berdasarkan uraian diatas dan untuk mengetahui sejauh mana integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi, maka penulis bermaksud untuk mengadakan suatu penelitian dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Geografi Dengan Integrasi Model Pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script di Kelas XI SMA Negeri 1 Bukal”.


METODE
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini direncanakan akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Bukal. Adapun objek yang dikenai tindakan adalah siswa kelas XI  IPS 1 yang berjumlah 28 siswa, terdiri atas 12 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan.
Variabel dalam penelitian ini meliputi:
1.    Variabel input
Variabel input pada penelitian ini adalah kemampuan pembelajaran geografi. Dimana kondisi awal menunjukan bahwa ketika diberikan pembelajaran goegrafi, siswa belum memahami sehingga kemampuan masih rendah. Oleh sebab itu perlu perlu adanya perubahan teknik dalam pembelajaran geografi agar siswa mampu meningkatkan hasil belajarnya. 
2.  Variabel proses, yaitu semua kegiatan pembelajaran selama pembelajaran berlangsung, berupa:
a.  penyajian materi
b.  penerapan model pembelajaran cooperative script
c.  pemberian evaluasi
3. Variabel output, yaitu terkait dengan skor hasil belajar siswa yang diperoleh melalui tes, yang meliputi motivasi belajar dan hasil belajar.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang berlangsung selama dua siklus. Rancangan masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi (menurut Kemmis dan Taggart dalam Trianto, 2011). Apabila pada akhir siklus telah memenuhi ketuntasan belajar, maka tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya.
1.    Tahap Perencanaan
1)   Memohon izin kepada kepala sekolah untuk memperoleh persetujuan pelaksanaan penelitian
2)   Meminta kesediaan dari guru-guru lainnya sebagai partisipan, guna membantu peneliti dalam memantau jalannya kegiatan belajar mengajar
3)   Merencanakan pembelajaran dengan integrasi model pembelajaran pair check dan cooperative script
4)   menyiapkan/mengembangkan skenario pembelajaran
5)   melakukan observasi guna mengidentifikasi masalah
6)   Menyusun rencana penelitian secara menyeluruh yang meliputi siklus tindakannya
7)   Menyiapkan perangkat pembelajaran, antara lain:
-       Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
-       Buku sumber atau referensi
-       Tes Hasil Belajar (THB)
8)   Membuat lembar observasi dan tes hasil belajar serta mendiskusikan kriteria acuan dalam lembar observasi dan tes hasil
9)   Menyusun/menetapkan format teknik penilai

2.    Tahap Pelaksanaan Tindakan (action)
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini menggunakan rancangan pembelajaran dengan menerapkan integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script yang dilampirkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran. Siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan-perubahan yang ingin dicapai untuk mengetahui hasil belajar siswa. Pada siklus 1 proses pembelajaran dilakukan sebanyak dua kali pertemuan.

Siklus I
Setelah tahap perencanaan dilakukan dengan baik, maka tahap selanjutnya yaitu tahap pelaksanaan tindakan. Pelaksanaan tindakan ini dilaksanakan berdasarkan rencana pembelajaran yang ditetapkan melalui integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script yang dilakukan selama dua kali pertemuan.
Adapun langkah-langkah pembelajaran menggunakan integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script, sebagai berikut:
a.    Kegiatan Pendahuluan
-       Mengecek kesiapan siswa
-       Apersepsi
-       Motivasi
-       Menyampaikan kompetensi/tujuan pembelajaran
b.    Kegiatan Inti
-       Guru menjelaskan konsep
-       Siswa dibagi kedalam beberapa tim yang terdiri dari 4 orang. Masing-masing tim ada 2 pasangan. Setiap pasangan mendapat peran pembicara dan pendengar.
-       Guru membagikan wacana / materi kepada siswa untuk dibaca dan mebuat ringkasan.
-       Pembicara membacakan ringkasannya dengan memasukkan ide-ide pokok, sementara pendengar menyimak.
-       Guru menanyakan kembali kepada pendengar tentang isi ringkasan yang telah disimak. Pendengar menjawab serta memasukan ide-ide pokok untuk melengkapi.
-       Pembicara dan pendengar saling bertukar peran. Semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar, dan sebaliknya, serta melakukan kegiatan seperti yang diatas.
-       Pendengar yang menjawab pertanyaan guru dengan baik, mendapat kupon dari guru.
-       Setiap pasangan saling mencocokkan jawaban satu sama lain.
-       Guru membimbing dan memberikan arahan atas jawaban dari siswa.
-       Kesimpulan siswa bersama-sama dengan guru.
-       Tim yang mendapat kupon diberi hadiah atau reward oleh guru.
c.    Kegiaatan Penutup
-       Memberikan evaluasi
-       Menyampaikan materi yang akan dipelajari selanjutnya
-       Berdoa sesudah belajar

Siklus II
Siklus II atau siklus lanjutan ini merupakan siklus perbaikan. Siklus lanjutan ini dilakukan apabila berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan melaui metode yang digunakan menunjukan bahwa tindakan siklus sebelumnya belum mencapai indikator kinerja yang diterapkan. Langkah-langkah tindakan pada siklus II sama dengan siklus sebelumnya, hanya saja terjadi perbaikan pada aspek-aspek tertentu sesuai dengan hasil refleksi yang dilakukan, yaitu menyangkut perbaikan proses pembelajaran.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II adalah:
1.    Mereview dan merencanakan tindakan baru pada aspek yang belum tuntas.
2.    Melaksanakan tindakan baru, serta memantau aspek-aspek dalam pembelajaran.
3.    Mengevaluasi hasil pembelajaran sesuai indikator capaian.
4.    Menganalisis data dan merefleksi.

3.    Tahap Observasi
Pada tahap observasi/pemantauan dilakukan pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan (kegiatan belajar mengajar) melalui lembar pengamatanm aktivitas guru, aktivitas siswa, dan tes hasil belajar yang telah dibuat oleh peneliti dan diamati oleh pengamat. Untuk lembar pengamatan aktivitas guru dan lembar pengamatan aktivitas siswa diamati oleh guru mitra yang ada disekolah yakni guru geografi itu sendiri, sedangkan untuk evaluasi tertulis dilakukan pada akhir siklus pembelajaran. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat perubahan perolehan hasil belajar dari siklus sebelumnya yang telah dilaksanakan.

4.    Tahap Refleksi
Refleksi merupakan penilaian dan pengkajian terhadap hasil evaluasi data terkait dengan indikator kinerja siklus pembelajaran. Evaluasi dilakukan untuk menilai hasil belajar siswa dengan menggunakan integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script yang akan dilaksanakan pada akhir siklus pembelajaran.
Setelah dilakukan refleksi dapat diketahui dimana letak kelemahan tindakan yang telah dilakukan dan bagaimana yang perlu direvisi untuk memperbaiki tindakan berikutnya.

Instrumen Penilaian
Adapun instrumen penilaian yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi:
1.    Lembar pengamatan aktivitas guru dalam pembelajaran
Lembar pengamatan ini digunakan untuk mengamati kegiatan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Pada lembar pengamatan ini, guru mitra mengumpulkan data dengan cara mengisi aspek-aspek penilaian sesuai ketentuan kriteria dalam proses belajar mengajar untuk siklusI dan siklus II.

2.    Lembar pengamatan kegiatan siswa selama pembelajaran
Lembar pengamatan ini digunakan mengamati keaktifan siswa didalam kelas baik secara individu maupun secara kelompok. Pada lembar pengamatan ini, guru mitra mengumpulkan data dengan observasi berdasarkan kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung.

3.    Hasil belajar menggunakan tes tertulis
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian (essay) setelah menerapkan integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script. Adapun indikator hasil belajar yang digunakan adalah batasan tingkat ranah kognitif dimana pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4).

Teknik Analisis Data
Adapun data yang dianalisis pada penelitian tindakan kelas ini meliputi data hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran oleh guru, data aktivitas siswa, serta data hasil belajar siswa. Setiap aspekpengamatan menggunakan skala:
SB = Sangat Baik
B  = Baik
C  = Cukup Baik
K  = Kurang Baik
Selanjutnya dengan mengacu pada skala penilaian tersebut, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian akan diuraikan sebagai berikut:

a.    Untuk ketuntasan klasikal, digunakan rumus:

b.    Untuk ketuntasan hasil belajar, digunakan rumus:

c.    Perolehan nilai rata-rata, digunakan rumus:

Adapun data aktivitas guru dan aktivitas siswa diolah secara deskriptif dan menggunakan analisis persentasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung data ini adalah:

HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Hasil belajar siswa pada siklus I diperoleh melalui tes uraian yang berjumlah 6 butir soal sebagaimana terdapat pada lampiran. Data hasil belajar siswa siklus I dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:
Tabel 6. Hasil Belajar Siswa Siklus I
Rentang Skor
Banyak Siswa
Persentase (%)
85-100
2
7,14
75-84
11
39,28
51-74
13
46,42
25-50
2
7,14
0-24
0
0
Jumlah
28
100
Sumber: Hasi Analisis Data Mei 2015
Berdasarkan analisis evaluasi hasil belajar menunjukkan bahwa ketercapaian ketuntasan siswa masih kurang. Dari 28 orang siswa, yang mencapai skor 85-100 hanya 2 orang siswa (7,14%), yang mencapai skor 84-75 berjumlah 11 orang siswa (39,28%), yang mencapai skor 51-74 berjumlah 13 orang siswa (46,42%), sedangkan yang mencapai skor 25-50 terdapat 2 orang siswa (7,14%). Berdasarkan data ini dapat diketahui bahwa strategi yang dilakukan oleh guru belum berhasil, dengan melihat ketuntasan secara klasikal dari 28 orang siswa hanya 13 orang siswa yang tuntas atau mencapai 46% sedangkan 15 orang siswa tidak tuntas atau mencapai 54%. Hal ini menunjukkan bahwa belum tercapainya kriteria ketuntasan yang ditetapkan sehingga perlu dilanjutkan ke siklus selanjutnya (siklus II) untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Hasil belajar siswa pada siklus II diperoleh melalui tes uraian yang berjumlah 8 butir soal sebagaimana terdapat pada lampiran. Data hasil belajar siswa siklus II dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:
Tabel 11. Hasil Belajar Siswa Siklus II
Rentang Skor
Banyak Siswa
Persentase (%)
85-100
13
46,42
75-84
11
39,28
51-74
4
14,28
25-50
0
0
0-24
0
0
Jumlah
28
100
Sumber: Hasi Analisis Data Mei 2015
Berdasarkan analisis evaluasi hasil belajar menunjukkan bahwa dari 28 orang siswa, yang mencapai skor 85-100 berjumlah 13 orang siswa (46,42%), yang mencapai skor 75-84 berjumlah 11 orang siswa (39,28%), yang mencapai skor 51-74 berjumlah 4 orang siswa (14,28%), sedangkan yang mencapai skor 25-50 dan 0-24 sudah tidak terdapat. Berdasarkan data ini dapat diketahui bahwa strategi yang dilakukan oleh guru sudah berhasil, dengan melihat ketuntasan secara klasikal dari 28 orang siswa ada 24 orang siswa yang tuntas atau mencapai 86% sedangkan yang tidak tuntas hanya 4 orang siswa atau mencapai 14%. Hal ini menunjukkan bahwa sudah tercapainya kriteria ketuntasan yang ditetapkan sehingga tidak perlu dilanjutkan ke siklus selanjutnya.

PEMBAHASAN
Hasil belajar siswa diperoleh melalui evaluasi atau Tes Hasil Belajar (THB) terhadap siswa yang dilakukan disetiap akhir masing-masing siklus. Pada siklus I diperoleh dari 28 orang siswa terdapat 13 orang siswa yang tuntas atau sekitar 46%, sementara masih terdapat 15orang siswa yang tidak tuntas atau sekitar 54%. Berdasarkan penjelasan tersebut tampak bahwa untuk siklus I belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan yakni siswa minimal memperoleh nilai minimal 75 atau secara klasikal 75% sehingga dinyatakan belum tuntas. Sedangkan pada siklus II diperoleh dari 28 orang siswa terdapat 24 orang siswa yang tuntas atau sekitar 86%, sementara hanya terdapat 4 orang siswa yang tidak tuntas atau sekitar 14%. Berdasarkan penjelasan hasil belajar siswa pada siklus II dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa telah mencapak Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan yakni siswa minimal memperoleh nilai minimal 75 atau secara klasikal 75%, sehingga pada siklus II dinyatakan tuntas dan sudah tidak perlu lagi dilakukan perbaikan ataupun dilanjutkan ke siklus berikutnya.
Penjelasan diatas tentunya membuktikan bahwa penggunaan integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yakni dengan memasukkan ide-ide pokok ketika mempresentasikan ringkasan materi maupun ketika menanggapi apa yang disampaikan oleh siswa lainnya. Selain itu, sebagian besar siswa dapat menjawab Tes Hasil Belajar (THB) yang diberikan oleh guru. Hal tersebut merupakan pengaruh dari penggunaan integrasi model pembelajar Pair Check dan Cooperative Script pada mata pelajaran geografi yang menyebabkan meningkatnya hasil belajar siswa.
Berdasarkan data hasil dan pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis tindakan yaitu “jika guru menggunakan integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script pada mata pelajaran geografi, maka hasil belajar siswa akan meningkat” telah teruji dengan benar. Dapat pula diinterpretasikan bahwa semakin baik pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script maka semakin baik pula hasil belajar siswa.

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi. Hal ini diperoleh dari data hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II. Data hasil belajar siswa pada siklus I menunjukkan bahwa dari 28 orang siswa, ada 13 orang siswa yang tuntas atau ketuntasan klasikal siswa mencapai 46%. Selanjutnya hasil belajar siswa meningkat dengan adanya pelaksanaan tindakan pada siklus II yakni dari 28 orang siswa, ada 24 orang siswa yang tuntas atau ketuntasan klasikal siswa mencapai 86%. Sehingga teruji bahwa integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Hal ini dapat menunjukkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi di SMA Negeri 1 Bukal.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, adapun saran dari peneliti yaitu agar kiranya setiap guru hendaknya memanfaatkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini sebagai koreksi terhadap pelaksanaan belajar mengajar dikelas sehingga terwujudnya pencapaian mutu pendidikan dan pengajaran. Integrasi model pembelajaran Pair Check dan Cooperative Script diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi. Disamping itu dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), guru hendaklah mempersiapkan diri secara fisik maupun mental juga merencanakan kegiatan pembelajaran dengan baik agar dalam pelaksanaannya dapat terarah segingga mencapai hasil yang diharapkan.


DAFTAR PUSTAKA
Alma Buchari. 2009. Guru Propesional Metode dan Terampil Mengajar. Bandung: Alfa Beta.
Dimyanti dan Mudjiono. 1994. Balajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.
Dimiyanti, Mudjino. 2002. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineke cipta.
Fachruddin Saudagar dan Ali Idris. 2009. Pengembangan Profesionalitas Guru. Jakarta: GP Press.
Hadi, S. 2007. Pengaruh Pembekalan Model Cooperative Script Terhadap Ketrampilan Berfikir Kritis, Ketrampilan Metakognitif, dan Hasil Belajar Biologi Pada Siswa Laboratorium UM (Makalah Disajikan pada Seminar Tesis). Malang.
Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Huda Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Isjoni. 2007. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
Kusnandar. 2007. Guru Profesional (Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru), Bandung: PT Rajagrafindo Persada.
Lestari R, Linuwih L. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Check Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Social Skill Siswa. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Purwanto. 2006. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Hasil Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setyoriani Fitri, dkk. 2012. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kombinasi Think Pair Share Dan Pair Check Pada Materi Segitiga. Skripsi. Tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Purworejo, Purworejo.
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Talipi Hayati Sri. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Script Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Stokiometri Siswa Kelas X-1 SMA Negeri 2 Gorontalo. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.
Wiriaatmadja Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.