Jumat, 06 September 2019

Boy Candra

Mendekatlah sebentar. Biar kuceritakan padamu tentang seseorang yang pernah kau patahkan hatinya. Yang menangis sejadi-jadinya. Yang merasa hidupnya hancur. Seakan tak punya masa depan. Seolah semua impian tak punya celah lagi. Benar-benar terpuruk. Sungguh merasa buruk. Dan saat itu kau tak peduli. Kau tak mau tahu. Bagimu, seseorang yang kau patahkan hatinya itu hanya penghalang. Kau ingin lepas. Kau ingin terbang. Kau ingin liar dan jalang. Kemerdekaanmu adalah melepaskannya. Kau tidak tertarik ketika permohonan untuk tetap tinggal diucapkan kepadamu. Kau tidak menggubris permintaan agar tidak berpaling. Kau benar-benar menganggap seperti pengganggu hidupmu. Sampah. Benalu. Tak berharga sama sekali. Seseorang itu terpukul begitu keras.

Waktu berlalu dan kau tak pernah mau tahu. Seseorang itu tetap hidup meski tak tahu apa yang harus dilakukan. Ia hanya berjalan. Mengikuti aliran hidup. Mencoba perjalanan baru. Pelan-pelan. Tak banyak yang dipunya. Hanya harapan agar sedih hatinya bisa reda. Hingga, waktu yang panjang. Perjalanan yang berliku. Tantangan yang mendewasakan. Ia menemukan jalan baru. Hidup yang barangkali tak terbayangkan sebelumnya. Ia seolah lahir lagi seperti manusia baru. Lebih tangguh. Ia terus berjuang. Hingga, kau bertemu lagi dengannya. Kau melihat dia tak seburuk yang kau buang. Kau ingin memungut kembali. Tapi, kau lupa satu hal. Ia bukan sampah lagi. Ia punya tempat lebih tinggi. Kau tak akan paham cara memperlakukannya kembali. Sadari itu. Tak semua hal bisa diambil saat kau mau.

—boycandra